Senin, 26 Oktober 2015

ARTIKEL- Muhammadiyah, gerakan pemurnian dan pembaharuan Islam

Nama :             Muhammad Syafiuddin
Nim :               1401026082
Mata Kuliah : Sosiologi Dakwah

Muhammadiyah, gerakan pemurnian dan pembaharuan Islam
Dakwah sebagai gerakan dalam rangka Islamisasi di seantero muka bumi, secara teologis merupakan kewajiban setiap muslim untuk melaksanakannya. Karena tanggung  jawab dan konsekuensi dari seorang yang telah berislam adalah menyebarkannya. Prosesnya tentu memanfaatkan potensi  sumberdaya yang dimiliki masing-masing dari muslim. Pelaksanaannya bisa dengan perbuatan, lisan, tulisan maupun dengan hati.
Dia harus terkonstruksi dalam seluruh dimensi kehidupan muslim, suatu filosofi yang mengarahkan segala dinamika kehidupan bahkan menjadi bagian dari ideologi yang mewarnai dan mendasari segala pikiran dan langkah dalam mengarungi kehidupan.
Di Indonesia gerakan dakwah identik dengan ideologi masing masing ormas Islam, berkaitan dengan ideologi  di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam tiga macam, yaitu: Islam fundamental, Islam moderat, dan Islam liberal. Islam fundamental beranggapan bahwa Agama Islam sudah sempurna tanpa ada penambahan-penambahan hal baru  lagi yang tidak ada dalam al-quran dan hadist, mereka menamakan hal baru tersebut dengan Bid’ah. Islam moderat adalah Islam yang memperhatikan nilai toleransi dalam keberagaman, toleransi antara budaya lokal dengan syariat Islam. Islam liberal adalah islam ke-kirian yaitu pemahaman islam yang didasarkan atas realitas logika manusia dan juga berangggapan bahwa semua agama adalah benar.
Salah satu ormas Islam adalah Muhammadiyah, ormas Islam yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tanggal 18 november 1912 M/  8 dzulhijjah 1330 di Yogyakarta  merupakan ormas Islam tertua di Indonesia. Menurut Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan keagamaan memiliki dua arah (orientasi) sekaligus. Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan mengarahkan diri pada pemahaman Islam murni (tanzih: purifikasi) sehingga kita lebih akrab ketika mendengar jargon “kembali pada al-Quran dan Hadist”. Kedua, Muhammadiyah mengarahkan gerakannya pada perubahan-perubahan dalam konteks Horizontal (hablun min an-nas). Terutama dengan hal-hal yang bernuansa kedunawian dengan optimalisasi peran tajdid-nya disegala bidang kehidupan. Kedua orientasi tersebut memiliki karakter serta wilayah garapan yang berbeda. Konteks purifikasi lebih memfokuskan diri pada persoalan-persoalan mahdlah, sementara, tajdid cenderung menggarap persoalan-persoalan yang masih terbuka kemungkinan untuk melakukan ijtihad. Sederhananya, purifikasi lebih menggarap persoalan-persoalan dalam konteks hablun min Allah. Sedangkan, tajdid menggarap persoalan-persoalan dalam konteks hablun min an-Nas.  
Dalam perjalanan sejarahnya, Muhammadiyah mengalami ketimpangan orientasi dengan hanya terfokus pada satu arah semata, yaitu purifikasi. Ketimpangan tersebut terkadang justru menyebabkan Muhammadiyah sering dipandang “ke-kanan-kanan-an” yang sejatinya sangat dekat dengan arti gerakan fundamentalis. Kemudian memunculkan kesan bahwa persyarikatan seolah memiliki corak keagamaan yang keras, sinis, dan anti terhadap lokalitas. Dalam hal ini, Muhammadiyah sudah terlanjur sering mengatakan “syirik”, “takhayul”, “bid’ah”,dan “khurafat” (TBC) untuk segala jenis perbuatan yang tidak senafas dengan ajaran Islam murni, termasuk budaya lokal yang sudah menjadi tradisi turun-temurun.
Sidang Tanwir Muhammadiyah di Denpasar, Bali, pada tahun 2002 menimbulkan wacana baru yaitu Dakwah Kultural, namun wacana ini baru terekomendasikan pada Sidang Tanwir Muhammadiyah di Makasar, Ujung pandang, tahun 2003. Melalui sidang tersebut, Muhammadiyah memantapkan metode dakwah kultural ke depan agar agar lebih menampilkan pola-pola pemahaman Agama secara santun terhadap budaya lokal. Dakwah kultural Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada prinsip purifikasi (tanzih) sebagaimana orientasi Muhammadiyah selama ini. Kelahiran Muhammadiyah yang dibidani oleh K.H. Ahmad Dahlan sebenarnya lebih banyak terinspitrasi oleh gagasan pembaharuan (tajdid) para tokoh sebelumnya, seperti: Ibnu Taimiyah, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, serta Rasyid Ridha. Para tokoh tersebut merupakan merupakan pioneer dari gerakan pembaharuan Islam yang mengembangkan dua arah konseptual sekaligus yakni purifikasi (purifikasi) dan modernisasi.
Melalui serangkaian langkah yang telah diatur secara tepat dan akutrat, syiar Islam diharapkan dapat berjalan sesuai dengan sasaran. Meskipun dakwah kultural Muhammadiyah menggunakan medium lokalitas, namun orientasi purifikasi tetap menjadi tujuan utama. Praktek kongkritnya seorang da’i dapat mengambil sebuah contoh tentang bentuk budaya setempat seperti: Wayang. Dalam seni pertunjukan wayang, seorang da’i harus memahami seluk beluk budaya tersebut. Di manakah letak signifikansi wayang dengan ajaran-ajaran Islam, atau sebaliknya. Memahami seluk beluk tradisi merupakan modal utama seorang dalam membersihkan unsure-unsur penyelewengan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, setelah kondisi psikologis umat berhasil dipahami, selanjutnya menjadi lebih mudah untuk merubah bentuk-bentuk budaya warisan Agama lain agar lebih Islami pada titik inilah, konsep dakwah kultural Muhammadiyah yang dimaksudkan. Dakwah kultural merupakan sebuah konsep dakwah yang mencoba mengIslamkan kultur lokal secara bertahap dan terencana.
Kendati persyarikatan menggunakan metode kultural sebagai dakwah, namun terdapat perbedaaan mendasar anatara dakwah kultural yang digagas Muhammadiyah dengan model yang dignakan oleh kalangan Nahdlatul Ulama. Dalam konteks dakwah kultural, meskipun melibatkan lokalitas sebagai medium dakwah, namun tetap berorientasi pada purifikasi(tanzih). Sedangkan metode dakwah yang dijalankan kalangan Nahdliyin cenderung bernuansa sinkretis, yakni meleburkan diri dalam lokalitas dengan tanpa berorientasi pada aspek pemurnian. Dengan demikian, karakter keIslaman versi Nahdliyin cenderung sinkretis, sedangkan keIslaman ala Muhammadiyah tetap berorientasi pada purifikasi. Namun agenda dakwah kultural Muhammadiyah belum sepenuhnya berhasil, Muhammadiyah lebih sering dianggap fundamental karena orientasi pemurnian islam yang lebih banyak terlihat.

Daftar Putaka
Kusmanto, Thohir Yuli. 2012 Gerakan Dakwah di Kampus Riwayatmu Kini. Semarang:
Lembaga Penilitian IAIN Walisongo.
Soeratno, Siti Chamamah. 2009. Muhammadiyah sebagai Gerakan Seni dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Categories:

3 komentar:

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com

Copyright © Komunikasi & Penyiaran Islam (KPI-C '14) | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑