Nama : Muhammad
Syafiuddin
Nim : 1401026082
Mata Kuliah : Sosiologi Dakwah
Muhammadiyah, gerakan pemurnian dan pembaharuan Islam
Dakwah sebagai gerakan dalam rangka Islamisasi
di seantero muka bumi, secara teologis merupakan kewajiban setiap muslim untuk
melaksanakannya. Karena tanggung jawab dan
konsekuensi dari seorang yang telah berislam adalah menyebarkannya. Prosesnya
tentu memanfaatkan potensi sumberdaya
yang dimiliki masing-masing dari muslim. Pelaksanaannya bisa dengan perbuatan,
lisan, tulisan maupun dengan hati.
Dia harus terkonstruksi dalam seluruh dimensi kehidupan muslim, suatu filosofi yang mengarahkan segala dinamika kehidupan bahkan menjadi bagian dari ideologi yang mewarnai dan mendasari segala pikiran dan langkah dalam mengarungi kehidupan.
Dia harus terkonstruksi dalam seluruh dimensi kehidupan muslim, suatu filosofi yang mengarahkan segala dinamika kehidupan bahkan menjadi bagian dari ideologi yang mewarnai dan mendasari segala pikiran dan langkah dalam mengarungi kehidupan.
Di Indonesia gerakan dakwah identik
dengan ideologi masing masing ormas Islam, berkaitan dengan ideologi di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam
tiga macam, yaitu: Islam fundamental, Islam moderat, dan Islam liberal. Islam
fundamental beranggapan bahwa Agama Islam sudah sempurna tanpa ada
penambahan-penambahan hal baru lagi yang
tidak ada dalam al-quran dan hadist, mereka menamakan hal baru tersebut dengan Bid’ah.
Islam moderat adalah Islam yang memperhatikan nilai toleransi dalam keberagaman,
toleransi antara budaya lokal dengan syariat Islam. Islam liberal adalah islam
ke-kirian yaitu pemahaman islam yang didasarkan atas realitas logika manusia
dan juga berangggapan bahwa semua agama adalah benar.
Salah satu ormas Islam adalah Muhammadiyah,
ormas Islam yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tanggal 18 november 1912
M/ 8 dzulhijjah 1330 di Yogyakarta merupakan ormas Islam tertua di Indonesia.
Menurut Haedar Nashir, Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan keagamaan memiliki
dua arah (orientasi) sekaligus. Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan
mengarahkan diri pada pemahaman Islam murni (tanzih: purifikasi) sehingga kita
lebih akrab ketika mendengar jargon “kembali pada al-Quran dan Hadist”. Kedua,
Muhammadiyah mengarahkan gerakannya pada perubahan-perubahan dalam konteks
Horizontal (hablun min an-nas). Terutama dengan hal-hal yang bernuansa
kedunawian dengan optimalisasi peran tajdid-nya disegala bidang kehidupan.
Kedua orientasi tersebut memiliki karakter serta wilayah garapan yang berbeda.
Konteks purifikasi lebih memfokuskan diri pada persoalan-persoalan mahdlah,
sementara, tajdid cenderung menggarap persoalan-persoalan yang masih terbuka
kemungkinan untuk melakukan ijtihad. Sederhananya, purifikasi lebih menggarap
persoalan-persoalan dalam konteks hablun min Allah. Sedangkan, tajdid
menggarap persoalan-persoalan dalam konteks hablun min an-Nas.
Dalam perjalanan sejarahnya, Muhammadiyah
mengalami ketimpangan orientasi dengan hanya terfokus pada satu arah semata,
yaitu purifikasi. Ketimpangan tersebut terkadang justru menyebabkan Muhammadiyah
sering dipandang “ke-kanan-kanan-an” yang sejatinya sangat dekat dengan arti
gerakan fundamentalis. Kemudian memunculkan kesan bahwa persyarikatan seolah
memiliki corak keagamaan yang keras, sinis, dan anti terhadap lokalitas. Dalam
hal ini, Muhammadiyah sudah terlanjur sering mengatakan “syirik”,
“takhayul”, “bid’ah”,dan “khurafat” (TBC) untuk segala jenis perbuatan
yang tidak senafas dengan ajaran Islam murni, termasuk budaya lokal yang sudah
menjadi tradisi turun-temurun.
Sidang Tanwir Muhammadiyah di
Denpasar, Bali, pada tahun 2002 menimbulkan wacana baru yaitu Dakwah Kultural,
namun wacana ini baru terekomendasikan pada Sidang Tanwir Muhammadiyah di
Makasar, Ujung pandang, tahun 2003. Melalui sidang tersebut, Muhammadiyah
memantapkan metode dakwah kultural ke depan agar agar lebih menampilkan
pola-pola pemahaman Agama secara santun terhadap budaya lokal. Dakwah kultural
Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada prinsip purifikasi (tanzih) sebagaimana
orientasi Muhammadiyah selama ini. Kelahiran Muhammadiyah yang dibidani oleh
K.H. Ahmad Dahlan sebenarnya lebih banyak terinspitrasi oleh gagasan
pembaharuan (tajdid) para tokoh sebelumnya, seperti: Ibnu Taimiyah,
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, serta Rasyid Ridha. Para tokoh tersebut
merupakan merupakan pioneer dari gerakan pembaharuan Islam yang mengembangkan
dua arah konseptual sekaligus yakni purifikasi (purifikasi) dan
modernisasi.
Melalui serangkaian langkah yang
telah diatur secara tepat dan akutrat, syiar Islam diharapkan dapat
berjalan sesuai dengan sasaran. Meskipun dakwah kultural Muhammadiyah
menggunakan medium lokalitas, namun orientasi purifikasi tetap menjadi tujuan
utama. Praktek kongkritnya seorang da’i dapat mengambil sebuah contoh tentang
bentuk budaya setempat seperti: Wayang. Dalam seni pertunjukan wayang, seorang
da’i harus memahami seluk beluk budaya tersebut. Di manakah letak signifikansi
wayang dengan ajaran-ajaran Islam, atau sebaliknya. Memahami seluk beluk
tradisi merupakan modal utama seorang dalam membersihkan unsure-unsur
penyelewengan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, setelah kondisi psikologis
umat berhasil dipahami, selanjutnya menjadi lebih mudah untuk merubah
bentuk-bentuk budaya warisan Agama lain agar lebih Islami pada titik inilah,
konsep dakwah kultural Muhammadiyah yang dimaksudkan. Dakwah kultural merupakan
sebuah konsep dakwah yang mencoba mengIslamkan kultur lokal secara bertahap dan
terencana.
Kendati persyarikatan menggunakan
metode kultural sebagai dakwah, namun terdapat perbedaaan mendasar anatara
dakwah kultural yang digagas Muhammadiyah dengan model yang dignakan oleh
kalangan Nahdlatul Ulama. Dalam konteks dakwah kultural, meskipun
melibatkan lokalitas sebagai medium dakwah, namun tetap berorientasi pada
purifikasi(tanzih). Sedangkan metode dakwah yang dijalankan kalangan Nahdliyin
cenderung bernuansa sinkretis, yakni meleburkan diri dalam lokalitas dengan
tanpa berorientasi pada aspek pemurnian. Dengan demikian, karakter keIslaman
versi Nahdliyin cenderung sinkretis, sedangkan keIslaman ala Muhammadiyah
tetap berorientasi pada purifikasi. Namun agenda dakwah kultural Muhammadiyah
belum sepenuhnya berhasil, Muhammadiyah lebih sering dianggap fundamental
karena orientasi pemurnian islam yang lebih banyak terlihat.
Daftar Putaka
Kusmanto,
Thohir Yuli. 2012 Gerakan Dakwah di Kampus Riwayatmu Kini. Semarang:
Lembaga
Penilitian IAIN Walisongo.
Soeratno, Siti Chamamah.
2009. Muhammadiyah sebagai Gerakan Seni dan Budaya.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
terima kasih mas, artikelnya bagus..
BalasHapussangat bermanfaat
BalasHapuswww.travelumrahmurah.com
www.pesona-mozaik.com
artikelnya bguus, izin copas mas syafiudin.
BalasHapus